Awasi Berkembangnya Kristen Politik di Indonesia!

Kekristenan dan politik, atau Gereja dan Bangsa (Church vs Nation) adalah dikotomi yang meskipun secara normatif sudah terkristal dengan kesepakatan untuk memisahkan kedua-nya, secara praktis tidak sesederhana itu.

Dalam demokrasi, semua warga negara adalah insan politik yang justru diharapkan berperan aktif dalam pembangunan bangsa (nation building). Praktik yang biasanya terjadi akhirnya adalah secara institusi Gereja “netral”, tetapi secara individual diijinkan untuk beraspirasi.

Lahirnya sosial media, semakin marak membuat “warga Gereja” mulai dari Pendeta sampai anak remaja untuk beropini, atau sekedar memberi komentar dan caption dari peristiwa-peristiwa politik. Secara strategis, hal ini men-trigger lahirnya meme-meme di semua platform sosial media seperti instagram, tik tok, twitter, youtube, facebook, WA Group sampai blog-blog pribadi.

Media mainstream pun akhirnya harus berubah pola menjadi gaya citizen journalism daripada tradisional yang kaku. Artinya, warga Gereja mau tidak mau dipaksa dengan keadaan untuk “melek politik.”

Perlu dicatat, dibandingkan Islam yang sangat dekat dengan politik, “teologi pemisahan” antara Gereja dan Bangsa telah membuat Kristen sangat kaku, kagok, dan terkesan “anak kemarin sore” dalam menjalankan fungsi politik di masyarakat.

Kondisi tidak ideal ini membuat kantong-kantong, dan suara Kristen dalam kontestasi menjadi sasaran seriga-serigala politik yang rakus, kejam, dan manipulatif.  Untuk menjalankan strateginya, para pemikir intelektual dibelakang para serigala ini menggunakan kelompok Kristen Politik untuk meraup suara elektoral.  Alhasil, suara Gereja mudah terpecah.

Kristen Politik

Apakah definisi dari Kristen Politik? Hampir sama dengan Islam Politik, atau Hindu Politik atau Budha Politik, pada dasarnya adalah penggunaan agama sebagai gerakan politik.  Jadi Kristen Politik menggunakan wajah kristen sebagai gerakan politik elektoralnya.

Kristen hanya sebagai sebuah “ceruk suara” dalam pemilihan umum.  Dan ini tidak berbeda jauh dengan orang farisi, dan ahli taurat di jaman Yesus Kristus, dimana mereka berselingkuh dengan kerajaan Romawi, dan puncaknya menyalibkan Yesus sebagai “penjahat politik”.  Dan biasanya, disertai dengan politik uang.

Keberadaan kelompok Kristen Politik ini harus menjadi alarm khususnya di Indonesia yang mayoritas Islam.  Nama-nama seperti Immanuel, Grace, Hasyim, Luhut, Yasonna, Hari Tanoe sampai Plate, atau Ahok adalah nama-nama yang “kristen” yang memiliki pengaruh di politik Indonesia.  Bahkan, ada 8 wamen Jokowi agama Kristen  saat ini. (Sumber)

Posisi elektoral Kristen/Katholik di Indonesia sangat seksi karena pecahnya Islam politik, dan Islam tradisional yang kemungkinan besar 50-50% kekuatannya. Kalau berkaca dari kemenangan Jokowi 2014-2019, bisa dikatakan selisih sekitar 10 persen (55% Jkw – 45% Prabowo) adalah suara pemilih minoritas.   Artinya, apabila Kristen/Katholik dan minoritas lainnya bersatu, maka kunci kemenangan ada di suara minoritas.  Ajaib bukan?

Hal ini yang diperhatikan sekali di pemilu 2024. Sebab itu usaha memecah suara Kristen/Katholik secara politik diusahakan terutama oleh lawan politik Jokowi 10th terakhir ini.  Prabowo – Anies adalah lawan politik Jokowi, meskipun Prabowo berusaha mengemas menjadi Jokowi, dan Jokowi menggunakan Prabowo sebagai “kuda tunggangan” untuk catur politiknya landing sebagai presiden, tetapi secara alami Prabowo dan Anies tidak memiliki DNA populis, merakyat seperti Jokowi.  Mereka memiliki agenda lain.

Fungsi Bukan Posisi Politik

Kebingungan orang Kristen dalam membedakan Kristen Politik, dan berfungsi sebagai WNI Kristen karena teologi dan pemikiran radikal pemisahan Gereja dan Bangsa yang akhirnya membuat berbicara politik, dan melakukan hal-hal yang bersingungan dengan politk menjadi tabu.

WNI Kristen sebagai garam dan terang, tidak mungkin dilepaskan dari masyarakat. WNI Kristen harus berfungsi politik. Bagi yang terpanggil sebagai politisi, maupun yang orang awam, dimata Tuhan semua sama.  Semua harus tunduk dalam “Kehendak Bapa” Artinya, sebagai WNK – Warga Negara Kerajaan Surga, WNI Kristen adalah duta-duta besar Kerajaan untuk Mendatangkan KerjaanNya, dan KehendakNya jadi di Indonesia seperti di Surga.

Kristen Politik hanya fokus “untuk menang”, Kristen Kerajaan fokus untuk “melakukan Kehendak Bapa”

Dua filosofi yang berbeda ini membuat akhirnya kita melihat mudahnya suara Kristen dipecah belah dan tidak satu. Kristen politik sangat mudah ditunggangi karena kalau yang menunggangi menang, maka mereka mengharapkan posisi, kekuasan, dan uang.  Lalu apa bedanya dengan orang yang bukan Kristen?  Tragis.

Tidak mudah untuk menarik garis antara kepentingan pribadi, kelompok, dan kepentingan Tuhan.  Pemilu 2024, Gereja rawan dipecah belah karena semua kelompok yang saat ini diwakili Prabowo, Ganjar, dan Anies akan berebutan suara strategis ini.

Kristen Kerajaan harus bangkit dan berfungsi politik di Indonesia, sehingga setiap suara anak-anak Tuhan akan menjadi suara profetik Kerajaan Surga, bukan cuma echo dari suara-suara pemberi logistik, dan konsensus politik. Sadarlah keluarga Tuhan, musuh kita ada didalam selimut kita sendiri!

Hanny Setiawan

Coretan Lain:

Please follow and like us: