Kemelut Pemilu 2024 masih belum usai secara hukum. Gugatan paslon 01 (Anies-Imin), dan 03 (Ganjar-Mahfud) ke MK sangat masif secara substantif. Selama 4 hari terakhir, pemeriksaan saksi, dan bukti yang secara terbuka dan online mampu menyedot animo masyarakat untuk terus mengikuti akhir cerita dari “drama horor” demokrasi Indonesia.
Meskipun secara riil, membalikkan kemenangan 02 (Prabowo-Gibran) itu adalah hal yang hampir mustahil, tetapi suasana kebatinan di pengadilan MK terasa berbeda. Terlihat hakim ketua Suhartoyo cukup berani membuat manuver-manuver dan tegas dalam mempimpin. Terbukti, Jumat 5 April 2024, 4 menteri Jokowi akan dipanggil untuk menjadi saksi. Meskipun pengacara 01, dan 03 kemungkinan tidak diijinkan bertanya, tetapi minimal rakyat bisa menilai; akankah MK akan menyajikan “drama dagelan, atau fakta keadilan yang benar-benar dicari?
Dari saksi yang sudah diperiksa, mencuatlah Romo Magnis, atau nama lengkapnya Dr. Franz Magnis-Suseno SJ yang adalah seorang imam Katholik, guru besar filsafat, dan juga penulis buku Etika Politik yang sangat dikenal dan dihargai didunia akademis, etika dan moral.
Keberanian Romo Magnis secara lugas mengatakan bahwa secara teoritis praktik bansos di pemilu 2024 bagaikan pencuri yang didalangi Mafia. Dan secara lugas, Romo yang sudah berumur 87th ini mengkritik nepotisme Jokowi, dan menyatakan bahwa Pelanggaran Etika Berat akan melahirkan Pelanggaran Etika Berat.
Meskipun pernyataan-pernyataan Romo Magnis ini sudah sering dilontarkan di Podcast, maupun acara-acara TV, tapi kali ini menjadi saksi, dan barang bukti di pengadilan MK yang disaksikan 270 juta penduduk Indonesia, dan dicatat dalam sejarah adalah hal yang lain.
Sebagai “rohaniwan Katolik sekaligus cendikiawan” posisi Romo Magnis memilih pisau bermata dua yang tajam, yaitu bidang rohani dan akademis. Sebab itu tidak heran, Alifurahman dari Seword membuat podcast yang isinya mempertanyakan, dimana “tokoh agama yang lain”? Ini yang membuat saya tersentak juga. Karena sebagai Kristen, yang bisa dibilang “adik Katolik”, terlihat Kristen pun terdiam. Bahkan seakan bisu.
Keberanian Romo Magnis memang bisa dimengerti. Etika adalah bidang keilmuan dan pelayanannya. Jadi dia benar-benar menghidupi apa yang dikatakan dan dinyatakan. Apalagi dia sudah berumur 87th. Kepentingan pribadi apa yang tersisa? Sebab itu dia tidak takut dengan apapun. Meskipun para buzzer telur dikerahkan dan terus meneror Romo Magnis, justru pembelaan terhadap Romo yang menjadi viral. Suasana kebatinan Indonesia semakin mengarah kepada Arus Demokrasi.
Saya pribadi hanya baru bisa menyumbangkan catatan kecil ini untuk mendukung pernyataan Romo Magnis bahwa tanpa Etika, manusia menjadi seperti binatang. Hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia dibuat untuk hukum. Putusan 90 Mahkamah Konstitusi telah mencedarai batin masyrakat Indonesia biarkan ini dicatat sejarah. Dan saya mau mencatatkan diri kepada waktu dan sejarah, bahwa saya termasuk yang menolak Pelanggaran Etika Berat dalam Pemilu 2024 dan semua turunannya.
Cepat Sembuh Indonesiaku,
Hanny Setiawan
Baca Juga: Ikut Berdukacita, RIP #OrdeReformasi
Coretan Lain:
- Putusan Pengadilan yang Cacat Karena Pelanggaran Etika Hakim
- Kerusakan Moral Politik Indonesia Sudah Dilevel Akut
- Jokowi, Ahok, dan Anies : 10 Tahun Perjalanan
- Ahok Komut Pertamina Membuktikan Ketidakadilan Hukum Di Indonesia?
- Dikendangi Mata Najwa, Arteria Dahlan Menari Bersama Emil Salim