Indonesia Darurat atau Baik-Baik?

22-23 Agustus 2024, Indonesia tersentak, Dunia pun kaget.  Indonesia yang baru saja selesai menyelenggarakan pemilu demokrasi terbesar dalam sejarah Indonesia (dan mungkin dunia), tiba-tiba harus menerima kenyataan pahit.  Kita tidak baik-baik saja. Merebaknya logo “Garuda Biru” mampu mengerakkkan yang parpol pun tidak mampu lakukan, yaitu konsolidasi kekecewaan terhadap dinasti Jokowi.

Kekecewaan terhadap cawe-cawe Jokowi, bau sengit bisnis keluarga, dan gaya hidup hedonisme anak-mantu Jokowi akhirnya mendapatkan ruang publik untuk diluapkan.  Demo besar-besaran dan viral  “Bau Ketek” menjadi dua manifestasi yang terjad.  Akibatnya cukup drastis, KIM Plus balik kanan, DPR takluk, dan putusan 60 MK (threshold Pilkada) dan 70 MK (Batas umur Cagub/Cawagub) yang menjadi pintu masuk darurat tetap mulus berjalan.

Apakah Indonesia Sedarurat Itu?

Influencer pro-Jokowi terlihat di gerakkan untuk untuk menanggulangi narasi Indonesia Darurat menjadi Indonesia Baik-Baik saja.  Ada yang jokingly membuat meme darurat kantong, sampai lebih keras “Ndasmu Darurat”  tersebar di timeline sosiam media yang beragam.  Setelah tanggal 22-23, dalam 4 hari ini usaha mendegradasi semaki masif, tapi demo di Semarang, dan hari ini di Jogja (27/8/2024) masih bergaung dan terlihat semakin keras.

Gas air mata polisi, dan bentrok dengan aparat terpantau mengeras dimana-mana. Dan sasaran kekecewaan utama di Jokowi dan keluarganya. Tidak ada demo atau kecil sekali narasi perlawanan untuk mendeligitmasi kemenangan Prabowo.  Dan kritik terhadap Prabowo pun tidak begitu besar, kecuali pertanyaan mengapa terlihat sang Jendral begitu terpasung kepada Jokowi.

Jadi, bisa disimpulkan, 2 bulan terakhir pemerintahan Jokowi dia sudah kehabisan modal politik, dan legitimasi masyakarat.  Sisa-sisanya tinggal para influencer yang dibayar, dan para die-hard yang telanjur basah jadi mendukung Gibran di pemilu 2024.

Kekecewaan terhadap Jokowi dan Keluarga yang terlegitimasi inilah keadaan daruratnya. Setelah satu tahun sejak Putusan 90 MK yang meloloskan Gibran dengan pelanggaran Etika Berat menjadi Wapres RI, kemudian pemilu Bansos, kekecewaan itu tidak pernah bisa sampai titik kesadaran kolektif.  Demo 22-23 Agustus terlihat mampun menyatukan bara kecewa 1 tahun ini, ditambah bara politik 10th terakhir disatu titik simpul : Peringatan Darurat!

Tugas seorang penjaga pintu dalam kerajaan kuno (gatekeeper) adalah memberi peringatan. Dan Gatekeeper tidak boleh terlambat. Sebelum musuh merapat, sebelum kebakaran terjadi, sebalum rampok datang, seorang penjaga harus MEMBERI PERINGATAN.

24 Oktober 2023, hampir 1 tahun yang lalu, paska Putusan 90 MK, saya menyatakan dalam tulisan “Bagaimana Mematahkan “Sihir Jokowi”?” bahwa:

Fakta yang sebenarnya, Indonesia sudah terjerat dan dalam keadaan terpasung oleh penguasa.  Pilihan yang sangat berat. Dan perasaan kebatinan yang tidak baik.  Karena kita harus melawan yang selama ini kita anggap baik-baik saja.  Demi Tuhan, dan demi Indonesia!

Seperti kanker, sebenarnya peringatan ini sudah ada sejak Putusan 90 MK yang mengandung Pelanggaran Etika Berat dari paman Usman, bahwa Indonesia sedang sakit. Kita berharap peringatan dini kanker itu bisa diobati jalan, ternyata sampai hari ini denial masih terjadi, dan tetap dipelihara.

Akibatnya, kanker itu terus merebak dan akhrinya ada gejala yang mulai nampak. Demo 22-23 Agustus adalah gejala-gejala yang sudah muncul. Artinya, keadaan darurat itu tidak lagi diagnosa, sudah menjalar menjadi gejala.

Pidato Prabowo di Nasdem yang mendegradasi demonstrasi dan membuat narasi asing sebagai penyebab, bahkan melihat reformasi 98 dari narasi “bukan kesalahan Soeharto” adalah gejala komplikasi yang berbahaya.  Sementara Prabowo tidak bisa move on dari 98, Gibran akan menanggung beban kekecewaan terhadap Jokowi.

Prabowo-Gibran memiliki PR yang sangat besar untuk “menyembuhkan Indonesia”.  Dan itu dimulai dari diri mereka sendiri, dan kelompok mereka untuk berbalik arah (metanoia) dan memulai Pemerintahan Baru Indonesia 20 Oktober 2024 dengan Rekonsiliasi Nasional, bukan Kompromi Nasional.

Sebagai sebuah kesimpulan, Peringatan Darurat ini harus tetap disebarkan keseluruh pelosok Indonesia, dan terus kita selalu mengingatkan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja.  Get Well Soon Indonesia!

Just Me,
Hanny Setiawan

Baca : Indonesia Dalam Bahaya

Coretan Lain:

Please follow and like us: