Mulai Ngelantur, Buzzer Jokowi Menyerang Agnez Mo

Tiba-tiba dunia maya bergetar dengan isu seksi, nasionalisme Agnez Mo dipertanyakan. Buzzer-buzzer Jokowi seperti Permadi & Denny Siregar ikut meramaikan atau mungkin bahkan pemicunya. Intinya adalah pernyataan Agnez dalam wawancara dengan Build Series bersama Kevan Keney berkenaan dengan promo single terbaru dia Diamonds yang berkolaborasi dengan French Montana (sumber).

“Penampilan internasional” Agnez Mo memang sudah jauh berbeda dibanding dengan ketika dia masih menyanyikan lagu Si Meong atau Bala-Bala (sumber).  Tapi satu hal yang sejarah mencatat, dia konsisten menjadi artis dan berkiprah disitu. Usaha dia “go international” sudah dilakukan dalam beberapa tahun terakhir, bersamaan dengan itu cara bicara, berpakaian, dan tentunya pandangan-pandangan hidup dia juga terlihat semakin global.

Artinya, cara dia menyampaikan pendapat semakin lugas dan sangat millineal. Meskipun secara umur sudah melebihi 30 tahun, tapi terlihat Agnez Mo tidak turun semangat dan kepercayaan dirinya. Bahkan sangat berusaha untuk bisa menjadi seperti bule. Terlihat Agnez mencoba dengan cara  kolab bersama artis-artis luas seperti Chris Brown, dan  Montana untuk menunjukkan eksistensinya.  Istilah marketingnya co-branding.

Semakin kebule-buleannya Agnez jelas tidak bisa diterima semua pihak dengan mudah. Apalagi yang mengikuti perjalanan dia yang semula hanya penyanyi cilik bahkan bisa disebut “penyanyi gereja” yang alim, sekarang berubah menjadi liar, sensual, dan frontal. Itu terjadi dengan Michael Jackson, Elvis Presly, dan Whitney Houston yang bermula dari penyanyi-penyanyi gereja yang alim tapi berubah menjadi artis-artis glamor yang “kehilangan Tuhannya”.

Tapi Agnez Mo ini menarik. Karena penampilannya berubah, tapi bahasa-bahasa religiusnya tidak pernah hilang bahkan terasa seakan-akan dia berusaha menunjukkan bahwa dia sedang mencoba menghidupi panggilan hidupnya. Persoalan kita setuju atau tidak itu bukan hak kita dan ranah kita untuk menilai.  Yang bisa kita nilai sejauh ini dia tidak pernah memberikan track record yang jelek sepert free sex, video mesum, pacaran sembarangan dsb (setidaknya yang muncul di media).

Apakah Agnez Layak Dibantai?

Bias dari gaya hidup baru Agnez Mo inilah yang secara tidak adil telah membuat buzzer-buzzer Jokowi tiba-tiba menyerang Agnez persoalan kalimat dia di wawancara yang dikutip Fimela.com sebagai berikut:

Aku sebenarnya tidak punya darah Indonesia atau semacamnya. Aku sebenarnya keturunan Jerman, Jepang, China yang lahir di Indonesia,” ungkapnya.

Agnez Mo juga menyebut jika di Indonesia ia ‘agak berbeda’ dengan mayoritas. Hal itu memberi dampak tersendiri, meski ia juga mengakui tetap mencintai Indonesia dan keragamannya.

“Aku juga penganut kristiani, sedangkan orang Indonesia sebagian besar Muslim. Bukan berarti aku tak merasa jadi bagian dari Indonesia, karena aku merasa orang menerimaku apa adanya. Tapi aku merasa berbeda dari kebanyakan orang di sana,” sambungnya.

Berdasarkan hal itu Permadi menyindir sebagai berikut

Denny Siregar tidak kalah nyinyirnya mengatakan seperti “kacang melupakan kulitnya”

Sama-sama pendukung Jokowi saya malu benar melihat teman-teman ini membantai Agnez Mo yang bukan kadrun, bukan politisi, bukan cebong, bukan juga kampret. Dia hanya seorang artis yang mencoba go internasional, dan tidak menyakiti siapapun.

Saya pribadi pernah 7 tahun tinggal di US, jadi sedikit banyak mengerti dan paham ekspresi dari Agnez ketika bicara soal “I don’t have Indonesia Blood”.  Bahkan menariknya langsung diupdate di Wikipedia pernyataan kontroversial Agnez menjadi seperti ini:

Agnes Monica Muljoto (lahir di Jakarta1 Juli1986; umur 33 tahun) atau yang sekarang dikenal sebagai Agnez Mo, adalah seorang penyanyi dan artis berkebangsaan Indonesia. Walaupun Agnes lahir, besar, dan menetap di Indonesia, tetapi ia tidak memiliki sama sekali darah keturunan Indonesia, ia merupakan keturunan JermanJepang, dan China

Tuduhan tidak nasionalis sangat absurd dan mengada-ada. Bahkan sangat tendensius. Tidak suka dengan cara hidupnya atau sudah dirasuki iri hati tingkat dewa karena roh misqeen yang sudah merasuki para buzzer ini.

Coba kita lihat video berikut, memperlihatkan bagaimana nyinyiran tentang I don’t have Indonesian blood is full of hogwash alias omong kosong.  Bahkan Istana melalui Moeldoka sampai harus membela Agnez, ini kan menjadi kontra produktif (Istana: Jangan Goreng Agnez Mo Tidak Nasionalis)

Mengawal Jokowi Diparuh Kedua

Soekarno hebat diawal, tapi jatuh disaat kejayaannya. Hal itu terus berulang dengan Soeharto, Gus Dur, terakhir SBY.  Berada di puncak itu hanya ada dua pilihan turun atau cari puncak baru. Dengan kekuatan politik Jokowi sekarang di eksekutif, legislatif, bahkan di ranah sosial melalui relawan, Jokowi bisa jatuh justru karena merasa kuat dan terlena.  Itu hukum alam.

Kesombongan hanya memiliki satu tujuan, yaitu kejatuhan. Para pendukung dan buzzers harus menyadari peperangan Jokowi sekarang berbeda dengan 2012 (Jakarta Baru), 2014 (RI1), 2019 (Meraih kesempatan kedua RI1).  Saat ini Jokowi sangat rentan untuk terjebak menjadi terlalu percaya diri dan masuk jebakan lawan.

Case remeh temeh seperti Agnez Mo memperlihatkan para buzzer seperti kebingungan menemukan esensi perjuangan.  Case Brigaldo Sinaga dengan Denny Siregar, atau dengan Ninoy Karundeng. atau Kakak Pembina Seword yang tiba-tiba menjadi sangat sensitif, juga memperkuat hipotesa saya bahwa teman-teman ini perlu break dulu, dan melihat dari kejauhan apa yang harus dikerjakan.

Bak Rambo yang bingung karena perang sudah tidak ada lagi, para buzzer ini punya tendensi kebablasan untuk memerangi semua isu dan orang.  Take it easy aja guys, kita masih mememilki 2024 yang bakal keras karena para kadrun akan kembali dengan kekuatan baru.  Dah gitu aja.  Tobat nggih?

Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: