Rakernas Nasdem (17/6/2022) membuahkan 3 nama bacapres (bakal calon presiden) yang akan diusung partai Surya Paloh ini. Ganjar, Andika, dan Anies menjadi andalan partai yang lahir dari ormas Nasdem ini untuk meneruskan ide restorasi yang diusung.
Cara bermain Surya Paloh selalu mencuri start dan kemudian lihat kemana angin bertiup. Jadi tidak aneh, sementara yang lain masih berkoalisi, Paloh lebih cerdik berpolitik dan mencoba untuk meraup suara untuk partainya dari 3 elektoral besar : pendukung Jokowi, pendukung “Khilafah” (dalam tanda kutip), dan militer poros tengah.
Dengan tiga nama itu, mau tidak mau baik “cebong” maupun “kadrun” dan yang in between akan mendukung move politik bapak dari Prananda Surya Paloh yang gaya pidatonya jadi viral karena dianggap terlalu lebay (Bandingkan Wawancara & Pidato) tersebut.
Apa yang bisa kita baca dari move ini?
Nasdem adalah partai yang meraih 9,05% dari Pemilu 2019. Sebagai partai “nasionalis”, Nasdem mampu mengalahkan Demokrat yang hanya meraup 7,77% (Sumber). Sebagai partai besutan baru setelah reformasi, dan bukan pemenang pemilu, terlihat Nasdem sangat lincah untuk bertahan hidup.
Dari ketiga nama yang dicalonkan, nama Anies menjadi buah bibir karena dalam Pilkada DKI 2017 yang menjadi noda hitam sejarah politik Indoneisa, boleh dikatakan Paloh memihak Ahok dan melawan Anies. Narasi seperti apakah yang sedang dimainkan Paloh?
Ketertarikan Paloh dengan Anies memang sudah dilemparkan jauh-jauh hati, bahkan Bendahara Umum partai Ahmad Sahroni adalah pembela Anies yang terdepan masalah Formula E yang sampai saat ini masih menjadi polemik.
Baca : Rekonsiliasi Seperti Apa Mas Anies?
Apakah sejak awal Paloh benar-benar adalah seorang nasionalis yang mendukung Ahok? Atau hanya sekedar cara untuk meraup pendukung Ahok untuk Jakarta? Ahmad Sahroni adalah anggota DPR dari dapil DKI sejak 2014, tapi tidak terlihat sama sekali dia ada dipihak Ahok. Dipihak mana sebenarnya partai “biru” ini?
PDIP, Gerindra, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan PSI semua mengaku sebagai partai nasionalis murni, tapi realitas dilapangan Demokrat dan Gerindra adalah pengusung politik identitas di Pilkada DKI, sampai saat ini Demokrat adalah satu-satunya pasangan PKS, partai paling sektarian di Indonesia. Gerinda masih terus memasang Fadli Zon menjadi oposisi Jokowi meskipun “pak Bos” Prabowo sudah menjadi pembantu Jokowi.
Golkar adalah partai peninggalan orba yang tidak jelas ideologinya, partai kuning ini murni partai oportunis siapapun dan apapun boleh. Sementara itu, PSI yang berkoar nasionalis pun tidak begitu clear darimana asalnya. Kasus-kasus seperti Tamara, Faldo Maldini memperlihatkan bahwa PSI masih perlu waktu panjang untuk membuktikan diri sebagai partai ideologis.
PDI-P si banteng merah yang biasanya akan menjadi terakhir menentukan capres, menjadi partai yang sejauh ini masih teguh dalam berideologi. Partai wong cilik, yang sekarang sudah banyak yang jadi wong gedhe ini memiliki elektoral yang kuat karena lawan-lawannya gagal memperlihatkan keteguhan ideologis.
Usaha mencuci nama Anies dan menghapus kekelaman Pilkada DKI 2017 tidak akan berhasil. Karena luka yang ditimbulkan sudah sampai titik tidak ada jalan kembali. Isu menyatukan polarisasi yang diusung pendukung mereka adalah sebuah move politik untuk mencoba memecah suara nasionalis. Pendukung politik identitas sudah mengkristal, kalaupun mereka ada di partai nasionalis, mereka hanya berganti baju, tapi tidak akan merubah kepercayaan politik mereka.
Pemilu 2024 tetap akan menjadi serial pertempuran sejak Pemilu 2014, Pilkada DKI 2017, dan Pemilu 2019. Dan itu bukan polarisasi, tapi kenyataan politik bahwa sejak 2004 – 2009 saat SBY memerintah, Indonesia sudah dikuasai unsur-unsur radikal disemua segmen birokrasi. Bahkan, dunia pendidikan memperlihatkan bahwa mereka sudah menjadi pion-pion politik yang sudah dipersiapkan sejak lama.
Indonesia Baru sudah dilahirkan. Jokowi sudah mengerjakan amazing work dari Solo, Jakarta sampai sekarang Indonesia. Pekerjaan ini harus dilanjutkan! 2024 Indonesia Baru tidak boleh disabotase, sebab itu setiap relawan Indonesia Baru harus bangkit dan ambil posisi. Lanjutkan!
Pendekar Solo
Coretan Lain:
- Hitungan Politik Jokowi : Ganjar atau Prabowo?
- Trinitas Politik Indonesia Terkini : PDIP, Jokowi, dan Ganjar Pranowo
- Petarungan Cawapres 2024 Menunjukkan Peta Politik Indonesia
- Posisi Strategis PDI-P Untuk Indonesia Baru
- Politik Identitas Yohanies Yang Menyesakkan