Anies : Berbelok di 1 Jan 2017, Kejebur Banjir di 1 Jan 2020

1 Januari 2017 adalah salah satu puncak kekecewaan pendukung Anies di gerakan sosial sebelum dia beralih rupa menjadi politikus sejati. Para relawan yang dulunya mendukung penuh mimpi “Tenun Kebangsaan”, terperanjat, kaget, sekaligus marah ketika mas Anies, demikian sebutan akrabnya waktu itu, ketika tiba-tiba dia berbelok dan mulai flirting dengan Habieb Rizieq (FPI).  Saya tidak lupa hari itu, Mas!

Baca : Temui Habib Rizieq, Anies Baswedan Bantah Berbagai Fitnah

Calon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Minggu (1/1/2017) kemarin memenuhi undangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dalam sebuah diskusi di Petamburan, Jakarta Pusat. (Sumber)

Sebenarnya kita sudah maklum bahwa dalam politik semua cair, sehingga “gonta-ganti pasangan” seakan-akan gaya hidup free-sex itu dijalani sebagai sebagai kenormalan.  Tapi, dalam konteks Pilkada DKI 2017, kita tidak bisa menutup mata bahwa manuver politik Anies 1 Januari 2017 keluar dari keputusasaan karena hasil survey jeblok.

Ketika mendengar 1 Januari 2020 DKI Jakarta direndam banjir, maka mau tidak mau kita semua teringat belokan politik Anies 3 tahun tepat yang lalu. Belokan yang akhirnya membawa nama baik hancur berkeping-keping, apalagi dalam 3 tahun terakhir Anies belum mampu menunjukkan kinerja yang optimal. Semakin “matang” sebagai politikus, tapi semakin hilang sebagai seorang yang diharapkan menjadi tokoh bangsa.

Karir politk Anies mungkin akan terus hidup, karena dia sudah menjelma menjadi manusia politik sejati seperti Amien Rais, tapi sebagai negarawan, apalagi tokoh bangsa, membutuhkan “mujizat” bagi dia bisa bangkit lagi.  Banjir 2020 dan 3 tahun raport merah, sudah mengubur dia hidup-hidup.  Apapun narasi yang mau dibuat untuk membela diri, fakta sejarah sudah menuliskan.  Inilah yang disebut Didi Kempot, Ambyar!

Melihat kehancuran Anies di politik, tidak tega rasanya.  Tapi setiap kali melihat manuver politiknya yang “tega” untuk melacurkan semua nilai-nilai yang dulu kita hidupi, saya lihat memang mas Anies lebih baik menjadi pemikir, penulis, dan teoritis. Kita masih membutuhkan pemikir-pemikir kebangsaan seperti Soekarno di jaman ini.

Tuhan tidak sejahat manusia.  Dia masih memberi kesempatan kepada kita semua untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar.  212, dan sekarang Banjir 2020 sudah membawa korban yang mahal bagi banyak orang, plus luka-luka bangsa yang sulit disembuhkan. Masihkah ini belum cukup untuk berhenti, dan katakan “enough is enough”.  Ayo Mas Anies, berhenti aja, dan kerjakan kembali Tenun Kebangsaan.

 

Hanny Setiawan

Seorang yang akan terus menjaga Tenun Kebangsaan.

Coretan Lain:

Please follow and like us: