Dinasti Jokowi : Fadli Zon, Fahri Hamzah, Gibran, dan Bobby

Setelah resmi Bobby Nasution, dan Gibran diusung PDI-P untuk menjadi calon wali kota Solo dan Medan, berita pemberian bintang jasa Fadli Zon, dan Fahri Hamzah menjadi pergunjingan netizen. Politik selalu bisa membuat narasi yang dibutuhkan sesuai kepentingan. Jokowi pun berdalih sebagai berikut:

“Ini penghargaan ini diberikan kepada beliau-beliau yang memiliki jasa terhadap bangsa dan negara. Dan ini lewat pertimbangan-pertimbangan yang matang oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa. Pertimbangannya sudah matang,” kata Jokowi lewat kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (13/8/2020). (Sumber)

Hubungannya apa pemberian jasa dua “politikus nyinyir” dengan Gibran dan Bobby Nasution.  Konsolidasi Politik!Biar bagaimana pun dalam politik semua ada harganya, ada deal-deal yang harus dilakukan.  Pilkada sudah mendekat, Jokowi yang sedang membangun dinasti baru tetap harus menghitung.

Dinasti Jokowi

Mau setuju atau tidak istilah dinasti Jokowi, majunya Gibran dan Bobby membentuk dinasti baru diperpolitikan Indonesia. Tidak ada yang salah dengan itu semua.  Dinasty Kennedy di Amerika juga sangat kuat, dan sudah menjadi perilaku manusia untuk mewariskan sesuatu kepada anak cucunya. Kalau kita lihat, dinasti Soekarno, Soeharto, SBY, sampai Amies Rais jelas memperlihatkan kedinastian politik itu ada.

Pendukung Jokowi ada dari berbagai aliran, dan yang paling kuat adalah adalah “silent majority” yang idealis, normatif, dan benar-benar tanpa pamrih.  Pendukung elektoral inilah yang tidak nyaman dengan konsolidasi-konsolidasi politik Jokowi ditengah pandemi.  Mahfud MD, dengan dingin memberikan pengumanan soal tanda jasa dua orang pendukung kasus Ratna Sarumpaet.

Rakyat kecil jadi bertanya-tanya, siapa sebenarnya yang harus kami dukung? Karena yang berhadapan dengan FZ dan FH tiap hari adalah para relawan yang berjibaku narasi dengan mereka berdua. Dan sekarang tiba-tiba dengan enteng Jokowi mengatakan “pertimbangan matang Dewan”.  Secara “perasaan” hal ini sangat menggangu.

Bom Samarinda, Kejadian Tanjung Balai, dan berapa banyak “kasus materai” yang terjadi di Indonesia, dan semua menguap dan kita semua cuma bisa memaklumi dan terus mendukung Jokowi. Ada sesuatu yang salah yang Jokowi harus perhatikan. Akankah Jokowi terjebak permainananya sendiri? Itu yang harus diingatkan.

Periode Ke-2, Periode Jebakan

SBY-JK di periode pertama sangat bagus, tapi “ambyar” di periode ke-2.  Periode ke-2 selalu menjadi jebakan karena sebagai periode terakhir, maka kelanjutan dari karir politik seseorang ada di penerusnya.  Dari raja menjadi pembuat raja (king maker), dan ini membutuhkan level permainan dan dana yang lebih besar.  Sebab itu jebakan di periode ke-2 ini sanggat menggiurkan.

Tidak ada yang terlalu sakti untuk tidak tersandung. Jokowi pun bisa, atau mungkin sudah.  Jebakan-jebakan politik bisa sangat halus atau sangat kasar.  Gibran dan Bobby Nasution adalah taruhan terbesar Jokowi dalam konsolidasi politik kali ini.  Anak dan mantunya yang masih sangat hijau ini bukan Jokowi yang benar-benar lahir dari keinginan rakyat.  Mereka lahir dari keinginan pribadi dan elite.  Belum tentu mereka jelek, tapi awal masuk yang sangat politis ini yang mengganggu hati nurani saya.  Akankah mereka kuat?

Ahok Terjengkang, Anies Menyimpang

Jokowi, Anies, dan Ahok adalah 3 orang yang sejak 2012 selalu saya perhatikan bahkan saya dukung sepenuhnya.  Diperjalanan, Ahok terjengkang karena mulutnya, dan istrinya. Sementara Anies sudah menjadi Amien Rais muda diperpolitikan Indonesia.  Posisinya akan selalu menjadi oposisi, dan sulit mencari kembali simpati kelompok nasionalis dan “silent majority”.

Ahok sibuk dengan keluarga baru, dan juga sudah sulit diharapkan secara politik praktis.  Notabene karirnya sudah tamat.  Itu sebabnya dia memang sudah tepat di Pertamina dan membantu negara cari uang.

Jokowi sudah selesai.  Dia tinggal melaksanakan semua janji-janji politik sampai akhir periode. Dan harusnya bisa lebih berani.  Tetapi ternyata indikasinya Jokowi masih mau ikut bermain melalui Gibran dan Bobby, sebab itu dia masih membutuhkan dua punakawan, Fadli Zon dan Fahri Hamzah untuk mengawal Gibran dan Bobby dengan “kritik-kritik” politik mereka, yang berbentuk nyinyiran-nyinyiran.

Paska Jokowi

Setelah Jokowi 2024 adalah pertempuran ideologis yang sangat besar.  Dengan keberhasilan Jokowi selama ini, akan sulit mencari pengganti Jokowi yang bukan hanya mengekor Jokowi tetapi melanjutkan apa yang sudah dibangun.  Orang yang paling tepat menggantikan Jokowi sebenarnya adalah Ahok, tapi dia sudah tidak ada.  Akankah, Gibran dan Bobby akan maju dini 2024? Mungkin tidak, tapi jalan menuju kesana sudah disiapkan Jokowi, the mind master.

Selamat datang dinasti Jokowi, dan selamat datang juga untuk Fadli Zon dan Fahri Hamzah di keluarga Jokowi.  Mungkin Machiavelli ada benarnya after all?  I willl always keep watching!

See the source image

Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: