Politik, agama, dan bisnis adalah tiga pilar bangsa yang masing-masing memiliki warna dan kekuatan tersendiri. Pemimpin dimasing-masing bidang ini memiliki kekuasaan yang apabila digabungkan menjadi kekuatan yang luar biasa. Anies Baswedan membuktikannya di Pilkada DKI 2017. Hari Tanoe menjadi pemain lainnya yang terlihat menggunakan taktik yang sama.
Anies melalui konsultan politiknya EEP S. Fatah bukan hanya telah berselingkuh dengan para pemimpin agama, di akhir Pilkada terkuak para pebisnis kelas berat juga ada dibelakag mereka. Lengkap sudah threesome politika yang berakhir dengan kekalahan Ahok, dan menyisakan PR bersama, radikalisme.
Narasi perselingkuhan inilah yang membuat umat Kristen lebih mendukung Ahok daripada Hari Tanoe (HT).
Ahok dengan konsep BTP (Bersih, Transparan, Profesional) sangat kukuh untuk tetap berpolitik dengan murni tanpa melibatkan gereja, mapun bisnis secara langsung.
Meskipun diisukan dibelakang Ahok ada 9 naga, realitasnya dilapangan adalah hal terbalik. Para pebisnis yang mendukung Ahok menyadari bahwa bisnis akan mengalami disruption apabila revolusi Ahok dilakukan. Tapi mereka menyadari dan percaya bahwa dikemudian hari ini akan lebih baik untuk anak-cucu. Nasionalisme yang mengalahkan kapitalisme.
Sebaliknya, pebisnis murni seperti Hari Tanoe dan Sandiaga Uno yang melompat ke politik sulit sekali dilepaskan dari kepentingan bisnis grup dan kelompok masing-masing.
Sandiaga Uno mungkin adalah satu-satunya wagub yang fokus utamanya menjual saham BUMD yang profitable, sementara PR pemprov yang lain masih menumpuk. Mengapa?
Karena memang itu yang biasa dia kerjakan, jual beli saham. Dan dengan lihai dia melibatkan sentimen agama untuk mendukung alasannya. Itulah pebisnis oportunis, yang penting cuan atau untung.
Bosowa, Kalla Group, MNC Group, Para Group, dll terlihat dengan jelas memiliki kepentingan dan menggunakan kekuatan mereka untuk menghancurkan Ahok dengan segala idealismenya.
Hari Tanoe dan Hasyim Djojohadikusumo adalah dua pebisnis kristen yang tidak malu-malu lagi menggunakan gererja sebagai jaringan mereka meraup dukungan. Sama dengan Anies-Sandi menggunakan mesjid.
James Riady, adalah pebisnis kristen lainnya yang sering disinggung bersebrangan dengan Ahok, tapi James tidak secara terang-terangan bergerilya menggunakan gereja.
Umat Kristen terutama dari kelompok protestan sejak Martin Luther lebih condong untuk memisahkan agama dan politik terutama secara institusi. Sebab itu, melihat gereja yang diacak-acak secara politis, bukannya dukungan, justru antipati yang didapat.
Sebagai misal, apabila Hari Tanoe vs Jokowi dalam pilpres 2019, hampir dipastikan suara orang Kristen “normal” akan ke Jokowi bukan ke Hari Tanoe. Artinya, orang Kristen tidak pernah diindoktrinasi untuk harus memilih orang kristen siapa yang harus jadi pemimpin bangsa.
Tapi siapa yang berkompeten dan tepat itu yang harus dipilih, dan terutama lagi yang tidak menggunakan nama Tuhan untuk digadaikan justru yang akan mendapatkan simpati.
Realitas threesome politika ini harus menjadi PR bersama dalam usaha mencerdaskan kehidupang bangsa. Para pemimpin agama (apapun merk-nya), dan pemimpin bisnis telah terbukti menjadi pemain-pemain penting dalam menentukan arah bangsa. Mereka inilah yang akan dirayu para pemain politik.
Para pemimpin agama menjadi titik kunci karena mereka memegang massa, para pemimpin bisnis karena mereka memiliki uang, sementara para pemimpin politik memiliki legalitas. Oligarki yang sempurna.
Tidaklah heran, gugurnya Ahok adalah sebuah signal bahwa oligarki tidak menyukai pemisahan kekuasan, mereka lebih menyukai perselingkuhan antar mereka.
Tidak penting itu mesjid, gereja, kuil, candi, atau klentheng, yang penting adalah kekuasaan yang didapat, itulah nafsu memimpin sang oligarki.
Jadi jelas, mengapa Ahok lebih disukai umat Kristen daripada Hari Tanoe, karena dengan segala kelemahannya, Ahok mewakili kristen yang benar, sementara Hari Tanoe entah mewakili siapa.
Pendekar Solo
Coretan Lain:
- Awasi Berkembangnya Kristen Politik di Indonesia!
- Daripada Selingkuh, Nikahkah Agama dan Politik!
- Jokowi, Ahok, dan Anies : 10 Tahun Perjalanan
- Kejahatan Moral Politik SARA
- Mengapa Pemimpin Jahat di Ijinkan Tuhan?