Wabah Persekusi Memperlihatkan Wajah Politikus Indonesia

Entah darimana mulainya, tiba-tiba istilah persekusi (persecution)menjadi populer menggantikan kata intimidasi, radikalisme, ataupun anarkis. Kata itu menjadi menarik diamati, karena dalam kitab suci kata persecution (aniaya) itu sangat erat hubungannya dengan penindasan kepercayaan.

Terlepas dari itu, fenomena yang terjadi sebenarnya tidak terjadi in a vacuum. Atau, terjadi dengan sendirinya. Tidak dengan sendirinya, lahir sekumpulan orang anarkis, radikal, dan intoleran.  Semua ini adalah puncak gunung es yang mulai terlihat.

Momentum Pilkada DKI 2017 adalah momentum penting yang membuka penutup (veil) selama ini.  Realitas pahitnya, ternyata sendi-sendi politik, ekononomi, sosial, dan budaya, bahkan sampai ideologi (ipoleksosbud) sudah mulai tercemari dengan virus radikalisme, dan sekatarianisme.

Tidak mengheran, terlihat seorang Jokowi pun menjadi “geram” dan dengan berapi-api mengeluarkan pernyataan “kita gebuk”. Meskipun, menurut beberapa pihak masih terlalu lembek, dan juga agak terlambat, tapi sisi positifnya, pemerintah mulai bergerak dan berpihak kepada rakyat yang was-was dengan kondisi yang memprihatinkan kita semua.

Persekusi yang ditengarai dilakukan ormas  sama dengan yang memotori demo 411, 212, dan juga menjadi pendukung Anies-Sandi jelas membuat kita bertanya-tanya. Tidak bisakah para politikus ini menghentikan, atau minimal menghimbau supaya persekusi dihentikan?

Habis manis sepah dibuang, ketika posisi sudah digapai, kekuasaan sudah ditangan, maka para pelaku persekusi ini terlihat dibiarkan sebagai korban politisasi. Begitulah kejamnya politik, dan begitulah wajah politikus Indonesia.

Terlihat “serigala-serigala” persekusi ini memang sudah dipelihara sejak lama untuk kepentingan politik. Setiap kali ada hajat demokrasi seperti pilpres, dan pilkada, maka dibiarkanlah para serigala ini untuk mencari makan.

Jadi, kalau mau fair, yang paling jahat disini adalah pemelihara dan pemilik gerombolan serigala ini.  Yaitu para politikus yang sudah sulit diidentifikasikan siapa yang memulai.  Paling tidak,  depan mata kita kita melihat, sejarah mencatat nama-nama yang nyaman menunggangi gerombolan ini.

Having all said, momentum sudah berbalik, pemerintah melalui Jokowi, dan Tito mendapatkan kesempatan untuk membersihkan NKRI dari serigala-serigala jahat.  Lupakan dulu para pemilik, pemelihara, pemberi makan yang bersembunyi, rakyat perlu diselamatkan.  Rakyat perlu bukti, bahwa pemerintah memang berani.  Gebuk!

Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: