Bau busuk keputusan yang akan diambil Mahkamah Konstitusi, Senin 16 Oktober 2023 2 hari lagi telah menjadi pembicaraan akar rumput. Mengikuti Jokowi sejak dari Solo, Jakarta, sampai 2014, 2019, meskipun bukan dari pusat kekuasaan, cukup banyak bisa mengenali simpul-simpul pendukung Jokowi, dan bagaimana Jokowi mengambil keputusan.
Langkah kuda, langkah ajaib, politisi dewa dsb, cuma istilah saja. Dalam konteks ideologi kepimpinan, maka bisa dikategorikan bahwa Jokowi adalah seorang pragmatis sejati. Coba Dibandingkan Anies yang oportunis, Prabowo yang fasis. Jokowi selalu test the water dan melihat melalui survey, ataupun data intelijn, dan kebisingan sosial media.
Setelah itu, dia akan memilih yang “menyenangkan rakyat”. Dengan demikian dia akan selalu populer. Akibatnya, idealisme dan nilai-nilai bukan menjadi faktor utama dalam menentukan pilihan politik. Ini rahasia Jokowi bisa sukses dalam internal PDIP, sampai hari ini. Dimasa lengsernya Jokowi, kebiasaan ini memuncak dan membuat kebisingan yang luar biasa.
Hari-hari sebelum pendaftaran capres-cawapres pemilu 2024 (19-25 Oktober), secara terang benderang Jokowi bermanuver melalui PSI, Projo, dan terakhir dan terbesar adalah kasus Mahkamah Konstitusi. Jokowi terlihat semakin kehilangan “wahyu kraton” mulai secara terbuka mendapat masukan, kritikan, dan desakan untuk menghentikan cawe-cawenya yang sudah membuat para pendukung aslinya sangat tidak nyaman.
Jokowi masih mau bermain melalui keluarganya setelah dia lengser. Narasi ini sulit dibantah. Dalam hati tidak bisa dihakimi, tapi minimal sampai hari ini, narasi ini yang paling dipercaya. Post-Power-Syndrome Jokowi termanifestasi tuntas melalui manuvernya mengobok-obok emosi para pendukung aslinya yang mayoritas mendukung Ganjar Pranowo.
Apakah sesederhana itu?
Pertanyaan ini patut menjadi dasar analisis kita bersama. Apakah Jokowi yang dengan lantang mengatakan “saya tidak ada beban lagi” ternyata dibebani keluarganya? Dan apakah cuma anak-anaknya? Apakah mungkin ada faktor “keluarga” yang lain? Pertanyaan ini sulit dijawab karena kita tidak mungkin kita bisa tahu 100% dasar pemikiran semua tindakan Jokowi.
Tapi yang jelas, Jokowi sedang testing the water, dan hasilnya cukup jelas. Rakyat tidak menghendaki keluarga Jokowi untuk mempolitisasi Mahkamah Konstitusi. Dan MK sebaiknya menghentikan semua isi soal capres-cawapres 2024 sesuai konstitusi. Minimal, semua keputusan, apapun itu tidak akan membawa efek di 2024, tetapi 2029, sehingga keadilan dan marwah tetap terjaga.
Beban dan hutang politik Jokowi sebesar apa, dan kepada siapa itu yang tetap menjadi misteri kita bersama. Karena hanya itu yang bisa menjadi alasan mengapa Jokowi yang dulu kita kenal dengan kearifannya, tiba-tiba bermetamorfosis menjadi Jokowi yang terlihat begitu nyaman untuk ada di status quo.
Jokowi akan tetap mengambil keputusan yang akan “menyenangkan rakyat” karena itu gayanya, dan akan mengambil keuntungan politis daripadanya. Kalau internal dan pembisiknya meyakini Gibran bisa menang bersama Prabowo dia tidak akan segan dan malu untuk mendukung terang-terangan keduanya. Tetapi apabila sebaliknya, Jokowi dengan gampang dengan cengengesan mengatakan, sudah dibilang “ojo kesusu”, ya begitulah Jokowi.
Kesimpulan sementara saya, Jokowi tersandera dirinya sendiri. Hanya Jokowi yang bisa mengalahkan Jokowi. Dan peperangan melawan dirinya sendiri adalah peperangan yang terberat dalam peradaban manusia. Mungkin film starwars bisa memberikan gambaran apa yang sedang terjadi, akankah Anakin Skywalker akan tetap menjadi Jedi atau menjadi Lord Vader karena Sith. Kita doakan Joko Widodo bisa mengalahkan “Joko Subianto”!
Love you Mr. President,
Hanny Setiawan
Coretan Lain:
- Ikut Berdukacita, RIP #OrdeReformasi
- Ketika Akademisi Mulai Mengkritisi Jokowi
- Tercorengnya Dua Anak Reformasi : KPK & MK
- Bagaimana Mematahkan “Sihir Jokowi”?
- Dalam Konflik Israel Palestina, Apa Yang Seharusnya Dilakukan Pemerintah RI?