Hari ini 16 Oktober 2017, Anies – Sandi resmi menjadi Gubernur dan Wakil DKI 2017 – 2022. Dunia sosmed pun bermunculan opini kanan dan kiri seperti biasa. Proses pahit Pilkada DKI 2017 masih menyisakan luka-luka yang entah kapan bisa sembuh.
Entah dimana Jokowi berpihak, yang jelas sebagai dia tidak mungkin lari dari pelantikan Anies – Sandi. Tahun politik 2019 sudah begitu dekat, Jokowi pun manusia politik yang berhitung untung dan ruginya. Suara relawan Ahok yang sangat dini menyuarakan mendukung Jokowi terasa sebuah narasi yang sedang dimainkan.
Narasi – narasi tandingan dari pihak Anies – Sandi yang memang lihai dalam membuat framing-framing politis terlihat sedang menyusun cerita baru. Melihat rekam jejak Anies dan timnya, Uno dan gerombolannya, mereka tidak akan kesulitan “membuat bungkusan” menjadi indah, untuk membuat cerita yang indah tentang “Jakarta tanpa Ahok lebih baik.”
Jangan heran juga, kalau berbondong-bodong Prabowo, Setyo Novanto, AHY, Fahri, dan segolongannya muncul dalam pelantikan Anies – Sandi, mereka semua memiliki kepentingan ikut kereta yang sedang berjalan. Sebuah pemandangan yang menggetarkan bagi para relawan Indonesia Baru. Bagaimana nasib Indonesia Baru?
Djarot yang “menolak” untuk hadir bagaikan sebuah oase ditengah pesta kemenangan “tak halal” yang sedang terjadi. Atau mungkin dia hanya lelah melihat semua kemunafikan yang terjadi. Entahlah.
Yang terpikir bagiku cuma satu pertanyaan, “Bagaiman Perasaan Ahok Hari Ini?” Sebuah pertanyaan yang hanya Ahok sendiri yang bisa menjawab selugas-lugasnya. Meskipun demikan, melihat konstruksi berfikir Ahok, dan pola psikologi dia selama ini, maka kegeraman itu akan tetap ada didalam hati.
Ahok adalah manusia biasa yang memiliki defense mechanism ketika ada pihak lain yang menyerang. Geram melihat ketidakadilan, dan ketidakberdayaan melawan gelombong pengeroyokan politik yang bagaikan begundal-begundal anak sekolah yang menyerang si mata sipit dilorong kampung sebelah rumah.
Tapi Ahok adalah sebuah ciptaan yang baru, yang lama berlalu dan yang baru sudah terbit. Ketika dagingnya dipenuhi dengan kegeraman, ada suara lembut yang memanggil dia, “Ahok, Ahok dimanakah engkau?”
Panggilan itulah yang membuat dia berani mengatakan “Pemahaman Nenek Loe!” demi perang suci melawan korupsi.
Panggilan itu juga yang membuat dia menjadi “binatang yang berbeda” di hutan politik Indonesia.
Panggilan itu jugalah yang akan menenangkan sebuah badai, dan kemustahilan pun menjadi mujizat yang biasa.
Semua orang boleh membuat cerita, narasi, dan frame politiknya, tapi pada akhirnya History adalah His Story – Cerita Nya. Itulah yang akan membuat Ahok tersenyum, dan bisa berkata, “Setelah aku ingat apa yang mereka lakukan kepadaMu, apa yang mereka lakukan kepadaku tidaklah seberapa“. Itulah yang disebut percaya.
Be strong my bother. God is with you.
Pendekar Solo
Coretan Lain:
- GP Ansor Mendukung Ahok, Pertanda Anies Melewati Batas
- Buya Syafii Angkat Tongkat, Bahaya Radikalisme Masuk Siaga Satu
- Jokowi, Ahok, dan Anies : 10 Tahun Perjalanan
- Daripada Selingkuh, Nikahkah Agama dan Politik!
- Mengapa Umat Kristen Lebih Mendukung Ahok Daripada Hari Tanoe?