Mengapa draft UU disebut belum final tetapi sudah disepakati atau diputus? Ini pertanyaan yg bagus, perlu kita pahami tanpa harus emosi dulu, apalagi menyalahkan tanpa tahu duduk perkaranya.
Sumber : FB Henri Subiakto
Perlu diketahui, membahas RUU menjadi UU itu awalnya semua anggota Tim Panja DPR dan tim panja Pemerintah atau para pembahas diberi bahan draf RUU awal dari Pemerintah (Kalau pengusul inisiatifnya pemerintah).
Lalu bahan draft RUU itu dikaji dikomentari oleh masing2 fraksi. Tiap fraksi lalu punya masukan dan pendapat terhadap setiap item yg ada di tiap-tiap pasal. Satu pasal dikaji kalimat, kata perkata dan bahasanya, bisa jadi satu pasal terdapat lebih dari satu masalah.
Nah seluruh masalah berupa usulan, catatan, pendapat dari masing-masing fraksi itu dimasukkan dalam tabel yang disebut DIM atau Daftar Inventarisasi Masalah. DIM inilah nanti yg jadi bahan pembahasan dalam rapat-rapat DPR dengan Pemerintah.
Di dalam DIM itu ada kalimat yg diusulkan tetap, ada yg diusulkan perubahan substansi, ada penambahan, ada pengurangan, ada perubahan redaksi, ada yg diusulkan dihapus dll. Masing-masing fraksi punya daftar catatan yg berbeda-beda.
DIM inilah yg dibahas dan dibedah secara maraton antara DPR dan Pemerintah secara berbulan bulan. Baik tingkat Panja atau panitia kerja, di Tim singkronisasi (Timsin), dan di Tim perumus (Timus) hingga di sidang pengambilan keputusan tingkat 1, dan putusan akhir di tingkat 2.
Yang jelas di setiap pembahasan substansi yg dilakukan DPR dan Pemerintah tentu melibatkan banyak pihak termasuk tim pakar, ahli berbagai ilmu yg dibutuhkan. Serta konsultasi dengan stakeholders.
Pembahasan dalam bentuk DIM adalah standar untuk membahas semua RUU, termasuk RUU Cipta Kerja. Bentuk ini untuk memudahkan semua pihak membahas dan memberi catatan sekaligus mengontrol proses legislasi.
Jadi yang didok di DPR itu bukan dalam bentuk sudah seperti UU yg tersusun rapi pasal per-pasal. Bentuk yg diketok dan disepakati di Komisi atau level 1 kemarin adalah kesepakatan bahwa semua DIM sudah dibahas dan sudah disetujui isi dan materinya, hingga tiap fraksi di DPR memberikan tanggapan hasil akhir dari seluruh isi, maka lalu diketoklah kesepakatan tersebut. Berarti sudah selesai pembahasan pasal-pasal, konsep-konsep dan pengertian yg ada didalamnya.
Setelah semua DIM selesai dibahas dan disetujui DPR bersama Pemerintah, masing2 pihak pegang berkas yg sudah disepakati tapi bisa saja itu belum berbentuk urutan pasal seperti yg biasa kita lihat sebagai UU.
Jadi sekali lagi yg dibahas antara DPR dan pemerintah itu dalam bentuk tabel DIM (Daftar Inventarisasi Masalah). Isinya Merupakan perbedaan pandangan tiap fraksi di DPR thd setiap kalimat dan konsep yg ada di pasal-pasal.
Satu pasal bisa jadi satu DIM, tapi juga bisa jadi 5 DIM, tergantung isi dan panjang pendek pasalnya, karena setiap ada perbedaan kata menurut masing-masing fraksi dibuat DIM. Dan DIM inilah yg dibahas satu persatu.
UU Omnibuslaw itu DIM-nya sekitar 8500. Dan tiap fraksi pasti beda-beda usulan dan catatannya dalam DIM yg seabrek itu. Logis kalau tiap Fraksi punya pendapat dan usulan yg berbeda pada tiap-tiap pasal. Dan logis pula jika butuh waktu panjang untuk menyusun kembali dalam bentuk urutan pasal-pasal yg tersusun sebagaimana sebuah UU.
Jadi memang dari hasil persetujuan itu, Sekretariat DPR kemudian merapikannya bersama Sekretariat negara, mereka merapikan sesuai standar UU hingga terwujud dalan bentuk draft final UU. Dalam proses ini semua kata dan huruf diperiksa kembali. Tp substansi tidak boleh ada yg berubah dari masing-masing berkas akhir yg ada pada DIM yang dipegang dan disepakati DPR dan pemerintah.
Waktu dari ketok palu hingga jadi urutan pasal sesuai bentuk draft UU itu bisa seminggu bahkan lebih. Bentuk akhir draft final UU ini yg mungkin belum dimiliki anggota DPR tertentu. Karena memang butuh waktu dan ketelitian menyusunnya dari tabel DIM menjadi Draft final UU yg baru. Draft UU ini kalau sudah final kemudian diparaf oleh pimpinan DPR, dan menteri yg bertanggung jawab hingga kemudian diberi nomer dalam lembaran negara, lalu terakhir ditanda tangani presiden.
Kalau kita kemarin sudah memperoleh draft RUU yg berbentuk urutan pasal-pasal. Itu besar kemungkinan bukan hasil akhir dari draft UU, tapi bisa jadi masih Draft RUU awal yg belum dibahas, atau masih bahan mentah.
Memahami sebuah proses pembuatan UU dan substansinya harus cermat dan sabar. Itulah konsekuensi sistem Demokrasi memang membutuhkan kesabaran dan kepercayaan.
Coretan Lain:
- Pemerintahan Allah
- Ikut Berdukacita, RIP #OrdeReformasi
- Wabah Persekusi Memperlihatkan Wajah Politikus Indonesia
- Penerapan Dialektika Hegel Pemilu 2024
- Akankah Alkitab Menjadi Terlarang di Amerika?