Apa pentingnya kalender Ibrani? Apakah kita harus mengikutinya? Dengan begitu banyaknya sistem kalender di dunia, apakah kita masih harus ikut ribet dengan kalender negara lain? Sederetan pertanyaan yang logis dan perlu juga dijawab secara teologis, biblis, sekaligus praktiknya. Tapi itu bukan tujuan perenungan saya di malam ini (18/9/2020). Setelah 4 jam menyembah dan merayakan Rosh Hashanah (Tahun Baru Ibrani) bersama Kingdom Family Network, dan MDK Nasional, hati ini terasa penuh dengan hati Tuhan. Saya cuma mau menuliskannya, sebelum apa yang saya rasakan itu hilang ditelan waktu.
Waktu Tuhan – Kalender Surga
Entah kalender mana yang kita ikuti atau percaya di dunia ini, saya percaya Tuhan yang punya waktu. Dia yang tinggal di kekekalan (ainos), menciptakan waktu (kronos) bagi manusia, dan diwaktu-waktu tertentu (kairos), Dia hadir untuk menyatakan kehendakNya. Waktu Tuhan itulah kunci dari blessing atau berkat Ilahi. Tuhan punya kalenderNya sendiri.
Kita tidak pernah bisa tahu WaktuNya dengan mengikuti kalender dunia. Kalender kerja, ministry, gereja, keluarga, hobi, dan jadwal-jadwal kita yang lain, sejujurnya, kita seringkali buat tanpa melihat kalender Tuhan. Paling tidak itu pertobatan saya dalam 2 tahun ini. Saya baru benar-benar menyadari bahwa kalender Tuhan tidak pernah saya benar-benar mencoba mengerti.
Saya cuma tahu hari Minggu adalah hari kebaktian yang selama 35 tahun terakhir saya tidak pernah bolos dan selalu ibadah. Melayani Tuhan dengan semangat pentakosta pun saya lakukan bertahun-tahun lamanya tanpa lelah. Tapi melihat dari sudut pandang kalender Tuhan ini memang seperti jarang sekali diperhatikan. Semua gereja, denominasi, pelayanan, memiliki kalendernya masing-masing.
Sabbat, Rosh Chodesh, dan Hari Raya – Hari Raya Yahudi disebutkan sebagai sebuah perjanjian kekal. Maka haruslah orang Israel memelihara hari Sabat, dengan merayakan sabat, turun-temurun, menjadi perjanjian kekal. (Kel 31:16). Tiga kali setahun ada “Waktu yang sudah ditetapkan” (appointed time) untuk orang Yahudi menghadap hadiratNya (Kel 23;17, 34:23, 34:24). Bahkan ada janji berkat khusus bagi yang percaya.
sebab Aku akan menghalau bangsa-bangsa dari depanmu dan meluaskan daerahmu; dan tiada seorangpun yang akan mengingini negerimu, apabila engkau pergi untuk menghadap ke hadirat TUHAN, Allahmu, tiga kali setahun. (Kel 34:24)
Waktu yang ditetapkanNya ini adalah cara untuk mengerti Waktu Tuhan. Alignment (penyelarasan) dengan waktuNya Tuhan adalah langkah pertama kita memasuki sebuah perjalanan waktu Ilahi. Jadwal pekerjaan, pelayanan, rumah tangga, bahkan pribadi kita mulai sinkron-kan dengan jadwal dan agenda Tuhan. Sebuah perjalanan iman yang saya rasakan selama 2 tahun ini memasuki dimensi yang baru. Dunia mengatakan percepatan, saya menyebutkan ketepatan.
Pey-Aleph
Pey mewakili angka 8, dan Aleph mewakili angka 1. Pey – Aleph adalah 81. Itu bukan “cocoklogi” bagi orang Yahudi itu biasa karena itu huruf dan angka sehari-hari mereka. Bagi kita agak sedikit aneh.
Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang. (Kis 26:14)
Mengapa Tuhan bicara dalam bahasa Ibrani kepada Saulus yang juga mahir bahasa Yunani? Jawaban teologisnya bisa bervariasi. Yang jelas Yesus yang menemui Saulus adalah Yesus yang mau dikenali sebagai orang Yahudi yang berbahasa Ibrani. Dia bisa berbahasa apapun tapi bahasa Ibrani menjadi bahasa khusus bagiNya.
Tuhan mau bicara dalam kedalaman. Dia hendak menyampaikan isi hatiNya. Dengan “bahasa ibuNya” dia mau menyapa kita. Kita tidak mengenalinya, tapi Ciptaan Baru (II Kor 5:17), yaitu manusia baru kita itu sanggup mengenali bahasa ibu itu. Bahasa Tuhan. Dialah Aleph, Alpha, yang Awal, dan Protos.
Kerinduan hati yang paling dalam untuk mengerti isi hatiNya itulah segalanya. Yang lain-lain hanyalah sementara. 7 bulan lalu, Tuhan menemui saya di ruang operasi, di dalam kesendirian bawah sadar. Sekarang saya mengerti di bulan ke-7 atau Lamed, bulan Tisheri, suku Efraim, Tuhan inginkan saya terus belajar, sekaligus mengajarkan isi hatiNya.
Semakin dalam pertobatan kita, semakin dalam isi hati Tuhan kita mengerti.
Bukan soal ministry, sukses atau gagal, bahkan bukan soal visi, dan panggilan, tapi ini soal mengerti hatiNya yang terdalam. Itulah yang pertama, Aleph!
Deep calls to deep at the sound of Your waterfalls; All Your breakers and Your waves have rolled over me. Psalam 42:7
Shana Tova!
Hanny Setiawan
Coretan Lain:
- Melahirkan Sebuah Generasi : Serafine Gamiela Setiawan
- Malaysia & Brimob Panas, Apa Yang Terjadi?
- Mengartikan Kepergian Ratu Elisabeth
- Panggilan, Perjalanan, dan Perjuangan, Catatan Kecil “Pak Pendeta”
- Hari Pertama Memulai Berkat Baru