Penerapan Dialektika Hegel Pemilu 2024

Peserta kontestasi Pemilu 2024 mengkristal menjadi tiga nama Ganjar, Prabowo, dan Anies. Istilah Antitesa Jokowi yang disematkan kepada Anies secara filosofis bisa dilacak kepada pemikiran Hegel. George Wilhem Friederich Hegel (1770-1831) adalah seorang pemikir yang dikenal dengan konsep yang disebut Dialektika Hegel.  Pemikiran ini menggunakan model Tesis – Antitesis – Sintesis untuk mengkonstruksi dan mendekonstruksi sebuah permasalahan.

Istilah Antitesis atau Antitesa lebih dikenali sebagai sesuatu yang berlawanan.  Jadi sebagai perwakilan dari antitesa, Anies adalah sesuatu yang berlawanan dengan Jokowi. Gambaran ini disetujui secara gagasan maupun realitas survey-survey.  Dengan tingkat kepuasan 80-90% maka antitesa dari Jokowi hanya kebagian maksimal 20% dari pemilih.

Yang menjadi permasalahan, istilah antitesis tidak hanya dilawankan dengan tesis atau tesa, tetapi ada satu istilah lagi yang disebut sintesisnya.  Sintesis pada dasarnya adalah solusi dari ketegangan antara tesis dan antitesis. Sintesis untuk melahirkan sebuah jalan baru.

Yang seringkali salah dimengerti adalah hubungan antara tesis dan sintesis bahwa sintesis bukan tesis.  Tetapi bisa dikatakan secara sederhana bahwa sintesis adalah tesis baru yang mengambil kebaikan dari antitesis, dan berani mengoreksi tesis lama.

Dari pemaparan diatas, dalam konteks kontestasi pemilu 2024, Jokowi yang bukan peserta telah berhasil memposisikan diri menjadi Tesis.  Secara fakta, Ganjar memiliki data-data yang lebih lengkap untuk dikatakan sebagai penerus Jokowi (menjadi tesis).

Tetapi, secara politis, karena Jokowi masih ikut bermain, maka rakyat dibingungkan antara Ganjar dan Prabowo yang menjadi Tesis. Jadi kebingungan rakyat sebenarnya disebabkan oleh Jokowi sendiri.  Apapun permainannya, itulah realitanya.

Ganjar Sebagai Sintesis

Kebingungan posisi antara Ganjar & Prabowo mulai terurai jelas melalui pernyataan Ganjar yang berani “keluar dari tesis lama” dengan mengatakan:

“Kalau infrastruktur nggak dilanjutkan kamu mau lewat jalan apa untuk bisa membereskan seluruh persoalan ekonomi, sosial. Kecuali kalau ada yang tidak benar, ya kita hentikan. Kecuali ada yang tidak pas ya kita koreksi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ganjar menyebut pihaknya saat ini juga memperhatikan kritik yang dilontarkan ke pemerintah soal penegakan hukum yang belum baik.
“Ya iyalah masak plek ketiplek gitu kan, ada yang keliru, hari ini kritik kepada pemerintah soal penegakan hukum yang belum baik, kan kita dengerin,” ujar Gubernur Jawa Tengah  itu. (Sumber)

Dilain pihak Prabowo malah semakin mencoba menjadi Jokowi (menjadi tesis).  Dalam setiap pidatonya di Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota), Apdesi (Asosiasi Pemerintah Desa), Prabowo sama sekali tidak memberikan gagasan baru.  Dan lebih sebagai public relation Jokowi. Artinya, mati – hidup politik Prabowo kedepan diserahkan 100% kepada Jokowi.

Sebagai sebuah kesimpulan, saat ini mulai terbentuk tiga gagasan besar yang sesuai dengan dengan Dialektika Hegel.

Jokowi sebagai Tesis, Anies sebagai Antitesis, dan Ganjar muncul sebagai sebuah Tesis Baru atau Sintesis.  Lalu dimana Prabowo?  Prabowo berusaha menjadi Tesis.  Secara politis dia bisa mencoba mengubah kemasan menjadi Jokowi, tetapi Prabowo bukan Jokowi.  Sebagus-bagusnya Prabowo meniru Jokowi maka dia akan tetap disebut Jokowi KW2, atau “Petugas Jokowi”, atau “Boneka Jokowi”

Sebagai catatan penting, Titik tolak pemikiran Hegel mengerucut pada apa yang disebut sebagai “Yang Absolut” (das Absolute). Arti Yang Absolut adalah totalitas atau keseluruhan dari kenyataan. Ia adalah subjek mutlak. (Sumber)  Dalam kontestasi Pemilu 2024, Prabowo tidak absolut karena dia tidak orisinil mewakili gagasan sendiri, dan bukan subyek mutlak.

Ganjar & Anies dapat mewakili Tesis Baru dan Antitesa yang dalam pemikiran Hegel disebut keseimbangan baru (Lihat Gambar), yang nantinya akan melahirkan lagi sintesis yang baru dikemudian hari.  Lingkaran inilah yang akan selalu cek dan ricek dan menjadi ekosistem.

Meskipun demikan, tidak semua pemilih 2024 adalah pemilih rasional yang melihat fakta dan kebaruan. Sebab itu, tugas kita terus mengedukasi, sehingga Indonesia Baru bisa lebih baik.  Bukan mengkultuskan Jokowi, tetapi melanjutkan dan memperbaiki Jokowi.

Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: