Apa yang kita lihat hari-hari ini adalah puncak gunung es dari sekularisasi Amerika. Demokrasi liberal yang tidak memiliki nilai-nilai religius akan liar tanpa batas. Kapitalisme yang tanpa batas, melahirkan “anak-anak haram” yang kita lihat sekarang sedang berusaha mengambil takhta kekuasaan global. Akankah berhasil?
Semua tergantung bagaimana “orang-orang beragama” itu sendiri menjaga teguh nilai-nilai IN GOD WE TRUST dan tidak berkompromi dengan nilai-nilai dasar kepercayaan keagamaan.Proses menghilangkan TUHAN di RUANG PUBLIK sudah berjalan cukup panjang di Amerika, terutama sejak “Pergerakan para Hipies” tahun 1960. Dari sana, pembusukan nilai terus berjalan. Diperparah dengan realitas, Harvad, Yale, Princeton, Dartmouth yang dahulunya adalah pusat pendidikan yang sarat nilai-nilai kekristenan.
Bahkan sempat, keluarannya 50% lebih menjadi pendeta, sekarang telah menjadi pusat pendidikan liberal yang tanpa batas. Universitas-Universitas Ivy Leauge telah menjadi engine utama sekularisasi Amerika. The worst has happened.
Bagaimana dengan Indonesia? Pancasila sebagai “agama publik”, thesis utama disertasi Benyamin Intan, seorang “kakak rohani” dari kalangan reformed ini menurut saya masih sangat valid, dan perlu terus dikembangkan.
Pancasila is the only viable alternative if Indonesia is to maintain its unity and its diversity. In dealing with the two conflicting ideologies, the solution offered by Pancasila is that Indonesia would be neither a secular state, where religion is absolutely separated by the state, nor a religious one, where the state is organized based on one particular faith. In short, both Pancasila and “secularization as differentiation” allow us to avoid choosing between a secular state and a narrowly religious state
Pancasila adalah satu-satunya alternatif yang layak jika Indonesia ingin mempertahankan persatuannya dan keragamannya. Menghadapi dua ideologi yang saling bertentangan itu, solusi yang ditawarkan Pancasila adalah Indonesia bukan negara sekuler. negara, di mana agama benar-benar dipisahkan oleh negara, bukan agama, dimana negara diatur berdasarkan satu keyakinan tertentu. Singkatnya, keduanya Pancasila dan “sekularisasi sebagai diferensiasi” membuat kita menghindari memilih antara negara sekuler dan negara religius sempit
Benyamin F. Intan, “Public Religion” and the Pancasila-Based State of Indonesia. An Ethical and Sociological Analysis, 18
Proses global sekularisasi dunia tidak akan pernah berhenti. Karena pada dasarnya semua akan mengerucut ke tatanan dunia baru. Manusia tidak akan pernah bisa berhenti, sebelum menjadi tuhan. Itulah akar dari semua akar kejahatan manusia.
Apa yang terjadi di Amerika haruslah membuka mata kita, dan terus waspada sebagai WNI, maupun pribadi. Tuhan sudah memberikan Indonesia mandat khusus, dengan Pancasila dan majemuknya suku bangsa dan bahasa, menjadi sebuah prototype Unity in Diversity, Bhinneka Tunggal Ika, E Pluribus Numus.
Love,
Hanny Setiawan
Coretan Lain:
- Ideologi LGBTQIA – A Lesson Learned
- PDI-P Benteng Terakhir Parpol Idealis
- Memilih Presiden Indonesia 2024 (1)
- Doraemon, Jepangisasi Yang Tidak Terlihat
- Putusan Pengadilan yang Cacat Karena Pelanggaran Etika Hakim