Catatan Kaki Ngopi Bareng Denny Siregar

Sangat inspiratif, menarik, sekaligus informatif itu yang saya rasakan ketika menghadiri acara “Ngopi Bareng Denny Siregar” di Omah Sinten, Solo (20/5/2017).

Acara yang di-host MAHS (Masyarakat Anti Hoax Soloraya) ini berlangsung secara interaktif dengan Denny dan dua narsum lainnya, Ichwan Prasetyo dari Solopos, dan “Gus Solah” mewakili MAHS.

Sang bintang tamu, Denny Siregar, terlihat tak berbeda jauh dari tulisan-tulisan yang selama ini bisa dinikmati di media sosial. Renyah, nyentil, informatif, sekaligus juga kontemplatif.  Yang terakhir ini justru rupa-rupanya menjadi kekuatan utama seorang Denny Siregar.

Denny mengaku bahwa sebenarnya dia menulis sebagai perjalanannya mencari jati diri dalam koridor kebenaran yang universal. Tidak heran, tulisan-tulisan Denny terkadang terasa imajinatif, dan menimbulkan pertanyaan siapa sebenarnya Denny ini.

Siapa yang mem-backing dia? Informasi koq sangat up-to-date, apakah dia dapat asupan dari BIN, atau intel kepolisian? Berderet pertanyaan terlihat ada dalam diskusi malam itu yang pas dengan kebangkitan Nasional ini.

Imagination is more powerful than knowledge (Albert Einsten).  Denny Siregar mampu menjadi contoh bagaimana imanjinasi benar-benar dapat menjadi sebuah pedang tajam.  Apabila digunakan untuk kebaikan, imajinasi ini bahkan mampu membangun sebuah bangsa. Itu pesan kuat yang tersirat.

Opini adalah hal yang subyektif. Sebab itu, dengan sendirinya pasti imajinatif. Apabila didasarkan informasi dan fakta yang ada, maka analis-analis hebat akan mampu merangkai menjadi narasi yang paling tidak mendekati kenyataan.

Selain imajinatif, Denny Siregar memiliki sebuah misi yang jelas supaya Indonesia tidak mengalami apa yang dialami Suriah, yang bisa dikatakan Holywood Live Show.

Misi inilah yang akhirnya membawa Denny kedalam perjalanan rohani melawan “kaum bumi datar”, dan ternyata disambut oleh kaum bumi bulat yang membutuhkan sosok pemimpin di dunia maya yang lugas menyatakan bahwa “Bumi itu bulat!”

Dari sinilah lahir pasukan emak-emak yang ternyata telah berkembang ke mbak-mbak serta bapak-bapak, bahkan engkoh-engkoh seperti saya.

Satu hal yang menarik perhatian saya, adalah closing statement Denny yang mengatakan sebagai influencer di media sosial, dia tidak lagi merasa senyaman dulu.

Dulu apapun yang dirasakan bisa dituliskan, sekarang semua harus dihitung, karena pengaruhnya telah sampai ke bumi kotak, lingkaran, dan segitiga. Denny sudah terkenal.

Dan puji Gusti, saya melihat Denny berusaha bertanggung jawab dengan nikmat Allah yang diberikan, sehingga tidak menggunakan kepopularannya untuk digadaikan, tapi masih tetap dalam misi bumi bulat.

Lesson Learned.  Sosial media adalah platform baru abad ke-21 ini yang bukan hanya telah mempengaruhi bisnis tapi sosial politik pun telah menjadikan sosmed bagian penting dalam narasi yang dibuat. Banyak hal buruk akibat sosmed, tapi hal yang baik pun tidak kurang.  Ini sebuah peradaban baru yang kita harus mulai menghidupnya.  

Denny telah memberi contoh kepada kita how we live it.   Kalau Denny suka kacang, karena saya lihat makan kacang godoknya banyak, saya pun suka kacang sampai sempat asam surat. Artinya, kalau Denny bisa memberi pengaruh yang baik untuk Indonesia, mengapa kita tidak? Saya pun termotivasi.  Tak susul mas 🙂

Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: