Bagaimana Menilai Debat?

Saya sejak awal melihat debat tidak dalam konteks kalah dan menang. Jadi saya melihat keontektikan seseorang, apakah selaras dengan rekam jejak, visi misi, dan kelompok-kelompok yang mendukung.

Retorika tetap harus dihitung sebagai kemampuan seorang leader untuk menyampaikan pesan. Di manajemen, ada yang disebut managerial communication.
Masing-masing memiliki gaya komunikasi yang berbeda-beda. Dan it’s okay. Jadilah diri sendiri, lugas, dan tidak usah bohong.

Jadi, ketika isu IKN dilontarkan. Maka Ca Imin ya mau ngomong apa dia akan kesulitan, karena memang ikut setuju, sekarang tidak. Sebaliknya, ketika di tanya investor, ya Gibran cuma bisa ngeles, akhinya kejebak. Krn memang belum ada investor IKN spt kata Jokowi sendiri.

Mahfud, gaya komunikasinya ya selalu lugas, dan mencoba mengurai detil, karena memang profesor selalu ditatanan konsep dan strategis. Secara performance terlihat standard, karena ya dia seperti itu. Tapi memang clear, ngomong ekonomi ngalor-ngidul intinya di Indonesia ya korupsi. Bersihkan aja pertumbuhan sudah 7%. Itu benar sekali. No nonse.

Ketika program makan gratis, dan susu gratis selalu diungkapkan. Pertanyaan saya cuma satu, kalau it bagus kenapa di Solo tidak dikerjakan. Kenapa 9 tahun terakhir Jokowi tidak pernah melakukan?

Wong selama covid, saya menggerakan relawan di Solo untuk memberi makan gratis dijalan2 hampir 2-3th terakhir, namanya Gebrak – Gerakan Berbagi Kasih. Dan tidak ada makanan gratis koq dari pemkot tiap harinya (setahu saya). Jadi sulit bagi saya untuk percaya. Setelah tidak ada covid mau dikasih makan gratis? No make sense.

Soal startup apalagi. Bekraf yg saya harapkan aja ditutup. Siapa kongsi dari Kaesang? dan berapa banyak startup anak-anak itu yang berhasil? Sorry, kita mau fair. Let’s fair. Almost none of them.
Yang bagus itu di infrastruktur krn meneruskan Jokowi, dan event-event di Solo marak. Itu betul. Tapi itu semua branding, bukan fundamental economy, infrastruktur sosial dsb.
Melihat debat, jelas saya orang Solo, praktisi startup, sekaligus relawan memiliki analisis lebih tajam dari sisi itu.

So, kalau merasa sudah bisa debat, ya itu mahasiswa sekarang ditemui diajak ngomong baik-baik. Jangan sembunyi dan hanya muncul di TV.

Last note, kita itu pendukung-pendukung setia Indonesia Baru. Siapapun yang menang ya kita ga dapat apa-apa. Dapatnya sukacita, gembira, melihat Indonesia yang diberkati. Sebab itu jangan ambil sukacita itu, dengan gimik-gimik political marketing saja.
Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: