Sudah hampir 2 tahun, dan sudah ratusan juta orang divaksin Covid19, tapi masih ada juga yang menolak dengan berbagai macam alasan. Alasan paling banyak adalah karena kepercayaan bahwa vaksin itu dari dajal, atau antikris, atau alat kontrol para globalist.
Sekte antivaksin ini pun datang dari berbagai macam aliran, dari yang moderat sampai yang radikal. Yang radikal rata-rata orang yang mem-FU*K-sinkan istilah vaksin. Mereka totally tidak percaya bahka mengganggap para penerima vaksin adalah orang-orang bodoh.
Ketika melihat fenomena itu, saya tertarik untuk memulai sebuah penelitian kecil disekeliling saya. Pertama, ketika bersama keluarga menyempatkan mampir es puter di daerah Slamet Riyadi, saya memperhatikan mas-nya sangat bersih, dan selalu pakai masker, dan kemudian saya tanya, sudah vaksin mas? Masnya jawab, “sudah”. Yang keberapa, tanya saya lagi. Dia menjawab lagi, “Yang kedua” Kemudian kami berbincang-bincang soal penjualan es-puter selama covid. Dia kemudian menunjukkan kartu nama, dan Instagramnya, dan dengan bangga dia mengatakan es puternya paling laris karena dia berinovasi secara online. Salut sekali saya. Orang hebat.
Yang kedua, malam-malam kami mampir makan nasi liwet dan cabuk rambang dijalan gading arah Wonogiri. Ibu ini saya perhatikan juga selalu pakai masker, dan bersih. Saya tanya, bu sudah vaksin? Dia menjawab, “sampun”. Saya tanya lagi, sampun vaksin ping pinten? Ibunya menjawan, “kalih”. Kemudian dia bercerita sing penting ikhtiar, usaha. Sekali lagi saya salut. Ibu keren.
Yang ketiga, saya mampir ke potong rambut daerah Solo Baru. Mas Syarif, namanya. Dia potong sambil kami bercerita. Omset yang turun, bahkan kadang tidak memotong, karena tidak ada pelanggan. Saya tanya, sudah vaksin mas? Dia menjawab, “sudah”. Berapa kali, tanya saya. “Dua kali”, dia menjawab. Dia patuh bermasker. Saya kembali terpana. Ternyata masyarakat kecil, tidak menolak vaksin. Lalu siapa yang menolak?
Seharunya orang-orang yang mem-fu*k-sinkan vaksin malu dengan bapak, ibu, mas yang berjuang tiap hati untuk cari makan, dan mereka patuh dengan aturan yang ada. Terlepas dari kepercayaan kita, pemerintah Indonesia sudah mengambil keputusan, dan sejauh ini Indonesia adalah 6 terbaik didunia dalam penanggulan pandemi. Para “fu*ker” ini lebih berpendidikan, dan beragama, tapi ternyata mereka lebih “fu*k-up” dari orang-orang biasa. Biarlah saya ikut bersama dengan orang-orang biasa ini, karena saya percaya hati Tuhan ada disana.
Hanny Setiawan
Coretan Lain:
- Mengapa FIFA Tidak Mendengarkan Presiden RI?
- Indonesia : Mengutuk Israel, Mencintai Taliban?
- Masyarakat Indonesia Tidak Suka PENGKHIANAT!
- Church From Home, Sebuah Respon Atas Panggilan Era Baru
- Politik Identitas Yohanies Yang Menyesakkan