Entah kenapa hari-hari ini Indonesia dibayang-bayangi dengan jenggot dimana-mana. Apakah ini adalah kutukan jenggot? Lalu bagaimana nasib orang berjenggot di Indonesia? Akankah ada masa depan buat jenggot di Indonesia? Pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab segera. Jenggot sudah terbukti meresahkan.
Selama masih ada kebutuhan dan minat, maka rumus dasar “teori pasar” mengatakan akan tetap akan ada produksi dan distribusi. Kehadiran jenggot-jenggot bermasalah ini karena ada kebutuhan dan permintaan. Para jenggot ini sangat mudah penggunaannya, user friendly istilahnya. Dan cukup reusable (dapat digunakan berulang-ulang).
Para pemodal akan tetap memelihara para jenggot karena hal-hal tersebut. Ini yang membuat masa depan mereka di Indonesia cukup bagus. Akan ada selalu pelanggan baru, dan jangan lupa pelanggan lama juga masih sangat setia. Mereka tidak bisa lagi berpaling ke merk lain. Para jenggot ini sudah mampu memainkan harga, dan kemasan yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan-kebuthan terkini.
Satu lagi perlu diperhatikan, para jenggot sudah ada disemua lapis masyarakat. Seperti cicak ada didesa dan di istana raja. Mencukur jennggot di Indonesia tidak semudah yang dibayangkan. Belum lagi jenggot beneran dan palsu, bagaimana membedakannya belum ada prosedur pasti. Atau, didepan tidak berjenggot, ternyata hatinya berjenggot lebat. Gimana itu?
Revolusi Jenggot
Sesulit apapun, Indonesia harus sepakat untuk segera melakukan Revolusi Jenggot. Jangan ambil pusing, setiap jenggot harus diperiksa ulang. Tanpa pandang bulu. Apalagi wanita yang berjenggot, itu bisa lebih berbahaya juga. Karena bukan wanita beneran! Artinya mau laki atau perempuan atau muka licin ketika tanda-tanda Jenggot ada maka terapkan strategi zero tolerance.
Indonesia sudah ada sebelum ada serangan para Jenggot. Pancasila tidak bisa diukur dari hanya kelebatan jenggot semata. Kita harus satukan asa, hati, dan tujuan untuk katakan tidak pada Jenggot! No more jenggot!
Masa depan jenggot di Indonesia ada di tangan kita. Apakah kita akan memeliharanya dan akhirnya menjadi sarang kutu, atau kita putuskan lawan jenggot mulai sekarang. Kalau pulau bisa menjadi pantai, jalan bisa menjadi tempat doa, pengadilan bisa menjadi panggung lawak, jangan heran suatu kali akan ada edaran dari disekolah-sekolah untuk semua anak harus berjenggot, apabila tidak akan dibuang ke zona tidak berjenggot.
Masih mau main-main dengan jenggot?
Pendekar Solo
Coretan Lain:
- Tsunami Demokrasi, Memotret 20 Maret 2024
- Ahok Komut Pertamina Membuktikan Ketidakadilan Hukum Di Indonesia?
- Perang Badar Kembali Disebut, Masihkah Adakah Harapan?
- Memilih Presiden Indonesia 2024 (1)
- 19 April 2017 Akan Memperlihatkan Wajah Indonesia