Tuduhan Teori Konspirasi Dahlan Iskan

Dahlan Iskan sekali lagi mengulas pendeta.  Setelah alm. Pdt Alex, Leo, Aswin di Bethany, sekarang giliran Pdt. Stephen Tong pun digarap.  Memang DI sedang memopulerkan Harian DI dan seperti Jawa Pos yang dibidani memiliki model jurnalistik “ala biografi”.  Dan itu bukan dosa, tapi cerdas.  Karena memiliki segmen sendiri.

Kekristenan sejak Perjanjian Baru yang ditandai dengan kehidupan Yesus Kristus dari kelahirkan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan kesurga sebagai pesan utama yang disebut INJIL memang seakan-akan menjaga jarak dengan politik, dan pemerintahan dunia.  Bahkan, Yesus pun dipercaya mati disalib oleh konspirasi antara Herodes, “raja palestina” yang adalah boneka kaisar Romawi, dan tokoh Agama Yahudi diwakili orang Farisi dan ahli taurat.

Pisahnya Gereja dan Negara ini semakin melebar dengan teologi-teologi Agustinus dan Reformasi dengan semangat pietism (kesalehan pribadi).  Peran orang Kristen di ranah publik akhirnya seakan dibatasi menjadi sekedar aksi, atau program sosial.  Social Justice (Keadialan Sosial) harus diakui tidak menjadi agenda utama kelompok-kelompok mainstream Kristen secara luas.  Mengerti, tapi tidak bergerak.

Sebab itu, ketika seorang Pak Tong mampu menguraikan keadaan politik di US dengan detil, dan kebetulan dia memotret dari sudut pandang yang berbeda dari mainstream media, banyak orang tersentak, bahkan DI pun kaget.  Bahkan “curiga” pak Tong mendapatkan insider information. 

Membaca tulisan DI ini saya justru terheran-heran, mengapa sekaliber DI tidak mengetahui informasi-informasi umum yang didapat pak Tong.  Karena semua yang dikatakan pak Tong, saya pribadi sudah tahu, dan bukan sesuatu yang rahasia.  Tetapi, memang tidak akan ditemukan di CNN, ABC, Reuter, bahkan FoxNews atau AP (Associated Press).  Apalagi di Jakarta Pos, Kompas, Detik, CNN Indonesia, Jawa Pos, dll hampir tidak mungkin ditemukan.  Mengapa?

Mana Yang Konspirasi?

Dahlan Iskan senada dengan media global menuduh pak Tong menganut teori konspirasi, bahkan sangat mendalam katanya.  Saya tersentak, karena ini tuduhan yang tidak tepat.  Konspirasi yang mana? Apakah dengan berbeda framing dan pendapat kemudian dituduh konspirasi?

Tapi kali ini saya kaget. Kok Pak Tong terbawa teori konspirasi begitu dalam. Yang memang lagi melanda Amerika Serikat. Mungkin saja Pak Tong memang lebih tahu dari saya soal itu. Di ceramah tanggal 29 November 2020 itu Pak Tong seperti percaya banget bahwa Donald Trump-lah yang akhirnya akan dilantik sebagai Presiden terpilih Amerika tanggal 20 Januari depan. Bukan Joe Biden. (Sumber)

DI mengulas “kotbah pak Tong” di artikelnya, parafrasa dan komen sana sini.  Tapi intinya, DI menganggap pak Tong mempercayai teori Konspirasi.  Dan ini yang harus diluruskan.

Saat ini Amerika terpecah menjadi dua, Trump vs Biden.  Berbeda dengan Indonesia, setiap States (negara bagian) di Amerika mengadakan sendiri-sendiri pemilu, kemudian hasilnya disertifikasi, kemudian akah dikumpulkan di Electoral College.  Desember 14, 2020 ini EC akan dilakukan.  Jadi secara DEFINITIF dan LEGAL, Biden memang belum bisa disebut menang.

Mirip dengan hasil QC (Quick Count) tetapi sebenarnya berbeda jauh.  Kalau QC adalah sampling dari hasil keseluruhan, prediksi statistik siapa yang mendekati.  Jadi, bisa dibuktikan secara ilmiah, karena metodenya ilmiah.  Kalau kasus Biden, belum seluruh states selesai perhitungan, dan masih ada dispute, dan propaganda media global sudah memvonis Biden sang pemenang. Coba cek di google : president-elect Biden vs projected president Biden jumlah artikel yang ada tidak berimbang.

Kondisi tersebut, ditambah Trump memang belum menyerah kalah, menurut saya tidak pada tempatnya media mengatakan siapa pemenangnya, apalagi itu media lokal Indonesia.  Tapi demikianlah, kekuatan media sudah menjadi kekuatan ke-4 demokrasi, bahkan ditambah sensor politis sosial media (FB, Twitter, Youtube, dan Instagram) benar-benar harus diakui menempatkan Trump menjadi bulan-bulanan.  Cover both-side dalam “agama jurnalistik” hanyalah mimpi.  Semua adalah framing, sesuai pemodal dan ideologi.  It’s just another opinion.

Having saying that.  Mengkotakkan pak Tong menganut teori konspirasi adalah kekeliruan.  Siapa yang berhak mengatakan narasi A adalah konspirasi, dan narasi B adalah bukan konspirasi.  Bisakah kita mengatakan Dahlan Iskan sudah dibohongi media-media global, para “Globalist Cabal” dan menghidupi teori konspirasi seperti kebanyakan media umum? Terlalu judgmental bukan, kita hanya bisa mengatakan DI beropini, demikiran juga pak Tong.  Bedanya dimana?

Narasi Pak Tong pasti Benar?

Sebagai teolog Reformed yang percaya Mandat Budaya, apa yang dilakukan pak Tong adalah mengedukasi jemaat.  Dan itu bagus sekali.  Sepengamatan saya, teologi Reformed yang tokoh utamanya Calvin sangat percaya bahwa orang-orang Kristen harus ikut bagian aktif didalam dunia termasuk politik.  Abraham Kuyper PM Belanda, dan Ahok adalah dua contaoh produk “teologi reformed” terutama bagian Social Justice, atau yang Keadilan Sosial.

Artinya, pak Tong tidak sedang berorasi politik, sudah sangat benar yang Pak Tong kotbahkan, apalagi konteksnya di jemaat GRII.  Saya termasuk yang menunggah cupilkan kotbah pak Tong, sebelum dari pihak STEMI (ministry pak Tong) menyarankan lebih baik melihat video yang lebih lengkap sehingga tidak salah melihat konteks kotbahnya.

Terus apakah Narasi Pak Tong pasti benar?  Data yang diberikan pak Tong, hampir sama dengan apa yang saya dapat dari jaringan pribadi, dan hanya dengan mengikuti twitter-twitter orang-orang yang bersangkutan Trump, Biden, Rudi Giulianni, Sidney Powell, juga yang kontra untuk mencoba mengerti apa sebenarnya terjadi di Amerika.  Dan itu sangat terbatas, tapi kita diberi rasio dan daya analitik untuk bisa meneliti sendiri tanpa harus memakan informasi dari media-media yang dikuasai pemodal, dan ideologi tertentu.

Jadi benar atau tidak benar opini seseorang, tidak bisa kita mengkotakkan menjadi teori konspirasi. Apalagi menuduh ada insider information. Tidak perlu sepert itu.  Cara membaca kita sederhana, pak Tong adalah orang Reformed yang memotret Amerika dari teologi Reformed yang dia percaya, dan secara pribadi dia memiliki pengamatan bahwa ada kecurangan dalam pemilu US 2020.

Pak Tong berhak memotret.  DI pun berhak.  Saya pun boleh kan?  Yang tidak boleh adalah menuduh teori orang lain sebagai konspirasi, sementara dia sendiri sedang berteori.  Kita doakan  Amerika segera sembuh.  Tuhan memberkati.

 

Hanny Setiawan – Pendekar Solo

Coretan Lain:

Please follow and like us: